Menciptakan tanah yang subur

Kata maaf telah diucapkan..
Entah dengan ketulusan hati ataukah hanya pemanis mulut, semata untuk membuat suasana terasa tenang dan hati seakan damai..
Entah apakah si penerima mampu melihat tulus/tidaknya maaf yang telah diucapkan.. andaikan ia melihat adanya ketulusan, namun bila kata itu tetap tak mampu mencairkan kebekuan di hatinya.. kata maaf itu seakan sia-sia untuknya.. tapi tidak demikian halnya bagi si pengucap maaf yang telah melakukannya dengan hati tulus..
Kata boleh diucapkan.. hati jua yang menentukan..

Hati ibarat sebuah tanah lapang..
Mau tak mau selalu menerima teriknya panas sang mentari, derasnya hujan yang turun dari langit, dinginnya angin malam yang seakan menguliti setiap lapisannya, bahkan badai apapun yang datang menghampirinya.. siap tak siap, ia dianggap mampu menghadapinya..
Belum lagi hadirnya kerikil-kerikil yang tajam, bebatuan, dsb.. yang mampu mengoyakkan sang tanah dan menghancurkannya hingga menjadi beku, kering.. lalu menjadi tanah yang mati..
Namun ada juga gerombolan-gerombolan semut, cacing tanah, dan yang lainnya.. yang turut meringankan pekerjaan pak petani dalam menggemburkan tanah untuk kemudian menjadikannya tanah yang subur..

Apakah kata maaf yang diucapkan.. ditabur di tanah yang subur ataukah tanah kering/mati..?
Apakah kata maaf itu diucapkan.. dari tanah yang subur ataukah juga tanah yang kering/mati..?
Dan... apakah tanah yang semula subur itu malah kemudian mengering/mati..?
Ataukah sebaliknya.. dengan kata maaf itu tanah berubah menjadi subur..

Bagaimana dengan kata maaf yang pernah/biasa kita ucapkan..?
Semoga kita semakin dimampukan untuk menciptakan tanah yang subur, yang mampu memberi dan juga menerima apapun itu sebagai pekerjaan yang tetap menjadikannya subur, baik tanah milik kita sendiri maupun tanah sesama kita..
amf*12.09.10

No comments: